Kamis, 21 Februari 2013

Bahasa Alay Mencoreng Hakekat Sastra



            Sudah bukan menjadi rahasia bahasa Alay kini mewabah di Indonesia khususnya para remaja. Apa sih alay?? Bagi saya banyak faktor untuk mengatakan bahasa itu alay atau tidak. Alay sendiri diambil dari kata anak alay (melebih-lebihkan). Jadi segala sesuatu yang dilebih-lebihkan itu bisa dianggap alay. Melebih-lebihkan dalam konotasi bahasa Indonesia sering disebut Hiperbola. Lantas apa yang membuat alay terlihat najis dalam sastra?? Ya, itulah yang akan saya bedah, apakah alay layak membudaya di Indonesia. Sastra bisa disebut bahasa, teks maupun alat komunikasi yang itu bersifat verbal maupun non verbal. Sehingga sangat erat kaitanya penggunaan alay dengan sastra. Sastra dibangun dengan kaidah yang luar biasa oleh pakar bahasa yang tiap katanya penuh makna. Maka tidak heran ditemukan perbedaan mencolok penggunaan bahasa di tahun 80-an atau 90-an dengan zaman sekarang. Dahulu orang cenderung sopan dalam pengucapan bahasa untuk lebih menghormati orang yang diajak berkomunikasi dan tidak melebih-lebihkan seperti keadaan sekarang.
Sastra (Sansekerta, shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta śāstra, yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Tetapi kata "sastra" bisa pula merujuk kepada semua jenis tulisan, apakah ini indah atau tidak.Selain pengertian istilah atau kata sastra di atas, dapat juga dikemukakan batasan / defenisi dalam berbagai konteks pernyataan yang berbeda satu sama lain. Kenyataan ini mengisyaratkan bahwa sastra itu bukan hanya sekedar istilah yang menyebut fenomena yang sederhana dan gampang.
 Sastra merupakan istilah yang mempunyai arti luas, meliputi sejumlah kegiatan yang berbeda-beda. Kita dapat berbicara secara umum, misalnya berdasarkan aktivitas manusia yang tanpa mempertimbangkan budaya suku maupun bangsa. Sastra dipandang sebagai suatu yang dihasilkan dan dinikmati. Orang-orang tertentu di masyarakat dapat menghasilkan sastra. Sedang orang lain dalam jumlah yang besar menikmati sastra itu dengan cara mendengar atau membacanya.
Batasan sastra menurut PLATO, adalah hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya sastra harus merupakan peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model kenyataan. Oleh karena itu, nilai sastra semakin rendah dan jauh dari dunia ide.

Aristoteles murid Plato memberi batasan sastra sebagai kegiatan lainnya melalui agama, ilmu pengetahuan dan filsafat. Menurut kaum formalisme Rusia, sastra adalah sebagai gubahan bahasa yang bermaterikan kata-kata dan bersumber dari imajinasi atau emosi pengarang. Rene Welleck dan Austin Warren, memberi defenisi bahasa dalam tiga hal :
  1. Segala sesuatu yang tertulis
  2. Segala sesuatu yang tertulis dan yang menjadi buku terkenal, baik dari segi isi maupun bentukkesusastraannya
  3. Sebagai karya seni yang imajinatif dengan unsur estetisnya dominan dan bermediumkan bahasa.

Sastra merupakan perwujudan pikiran dalam bentuk tulisan. Tulisan menggambarkan media pemikiran yang tercurah melalui bahasa, bahasa yang bisa direpresentasikan dalam bentuk tulisan, media lain bisa saja berbentuk gambar, melody musik, lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.
Sastra menjadi bagian dari budaya masyarakat. Sastra yang memuat materi yang tinggi dipelihara secara turun-temurun oleh para pujangga, banyak yang secara lisan karena media tulisan sangat terbatas, hanya daun lontar.

Menurut KBBI arti sastra adalah
  1.  bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari);
  2. karya tulis, yang jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya.

Dalam bahasa Inggris kita mengenal kata literature, diserap menjadi literatur ke dalam bahasa Indonesia. Arti literature (menurut kamus online WorldNet) adalah:
  1. creative writing of recognized artistic value
  2. the humanistic study of a body of literature; “he took a course in French literature”
  3. published writings in a particular style on a particular subject; “the technical literature”; “one      aspect of Waterloo has not yet been treated in the literature”
  4. the profession or art of a writer; “her place in literature is secure”.

            Pengaruh alay sangat kental dikalangan remaja menginjak dewasa. Dimana mereka asyik menggunakan bahasa teks maupun langsung dengan kata kata alay. Kebanyakan dari mereka lebih menyukai menggunakan bahasa alay adalah alay itu memperindah bahasa. Seruis memperindah bahasa?? Kemudian saya juga bertanya bagi kaum dewasa dan jawaban mereka malah bingung maksud dari kata kata yang diucapkan ataupun dituliskan. Misal ciyus, miyapah? Ini bisa menjadi bahasa keren, gaul dan trendy bagi remaja namun sangat hina dikalangan dewasa atau orang tua. Ciyus =Serius. Kata serius adalah
Adjective: 1 sungguh-sungguh: ia berbicara -- , tidak bergurau; ia sebenarnya tidak -- mencintai gadis itu; 2 gawat; genting (krn menghadapi bahaya, risiko, akibat, dsb yg mungkin terjadi): situasi (penyakit, kesulitan, kesalahan, dsb) yg --;
me·nye·ri·usi v membuat jadi serius: wartawan ibu kota mencatat bahwa Presiden mulai - reformasi;
ke·se·ri·us·an n kesungguhan: untuk sekali ini aku meminta -mu
Namun kini menjadi kata candaan yang tak sedikitpun menghargai sastra. Itu adalah sedikit contoh kata alay dari ribuan kata alay lainnya. Mereka cenderung mempermudah kata/bahasa dengan kehendaknya sendiri. Ya, jika dapat mengontrol itu masih lumayan, yang jadi pertentangan jika itu sudah menjadi kebiasaan sehingga mereka SMS kepada guru, dosen atau orang yang lebih tua menggunakan bahasa alay. Misal “iBuU, aQo BsUG m’Nta IziN 9’ MsUG ‘Coz AgY aKiiiT”. Bagaimana perasaan ibu/bapak guru atau dosen jika pertama membaca SMS itu?? Jangankan dibalas, dibaca saja mungkin jijik.
            Pesan yang dapat penulis sampaikan adalah marilah kita pemuda khususnya kawula remaja mengontrol bahasa. Karena memang harus diakui di Indonesia sekarang tidak ada atau tidak kuat organisasi yang mengontrol bahasa itu sendiri. Kita adalah penerus bangsa yang cerdas dan beradab. Alay memang sudah menjamur namun apa kita tega mencoreng sastra sendiri demi bahasa yang tak jelas dari mana asalnya itu???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar