Senin, 21 Juli 2014

Kini Agama Berpolitik Praktis

Kini Agama Berpolitik Praktis
            Ditengah Indahnya menyambut bulan suci Ramadhan, kini masyarakat disibukan dengan panasnya dunia politik. Sejak pemilu 9 April 2014 yang ketika itu dimenangkan PDI Perjuangan dalam penyelenggaraan pemilu legislatif. Saat ini di tengah bulan ramadhan giliran pilihan umum presiden tanggal 9 juli 2014 menjadi perdebatan dikalangan masyarakat. Tanpa mengingat berkah dan sucinya bulan ramadhan, masyarakat dari kalangan petani hingga pejabat desa berdebat memperjuangkan pendapat mereka yang mendukung salah satu calon presiden. Sayangnya, bukan perdebatan yang sehat melainkan saling mencaci calon lawan atau yang sering disebut black campain.
            Di era sekarang masyarakat lebih pintar dalam melihat politik yang tak berarah. Minilik kebaikan dan komitmen akan janji saat kampanye dan lebih kritis dalam menanggapi kebijakan dan pemikran calon presiden. Namun disisi lain masyarakat secara tidak sadar digiring menjadi pion yang siap disuruh dan melindungi calon presiden yang entah menjajikan apa kepada masyarakat tersebut. Banyak dilema yang terjadi di masyarakat ketika pemerintahan dar tahun ke tahun tidak menunjukkan perkembangan dalam mewujudkan mimpi Indonesia. Malah kini banyak kasus korupsi oleh petinggi Negara dan masyarakat hanya dituntut diam menyaksikan di layar televisi tanpa dapat berbuat.
            Bulan ramadhan kini tak seterang tahun tahun sebelumnya. Politik sudah merubah wajah ramadhan menjadi gelap dan masyarakat yang harusnya suci kini kembali kotor dengan dosa dosa politik. Ramadhan yang biasanya takut untuk berbohong, memfitnah, mencibir, mengadu domba, menyuap saat ini bukan hal yang tabu untuk dilakukan.
Ormas Agama
            Perang politik bukan hanya terjadi antar partai koalisi namun sudah merambah ormas ormas agama yang biasanya netral. Bahkan tokoh agama pun menyerukan beberapa pengikutnya untuk memilih salah satu kandidat. Dan yang lebih aneh satu ormas Nahdlatul Ulama ikut berpartisipasi namun terpecah ke dalam dua kubu. Tokoh tokoh pun kini berperang argumen untuk membela pasangan Capres – Cawapres. Ada beberapa tokoh NU (Said Aqil Siradj, Habib Luthfi bin Yahya, KH. Maimoen Zubair) memihak Prabowo-Hatta sedangkan Nushron Wahid sebagai pimpinan Pemuda Anshor yang merupakan organisasi naungan NU memihak Jokowi-JK. Khittah NU yang tidak ingin berpolitik pun kini sirna karena perpecahan pemilu presiden dan wakil presiden
            Perdebatan khilafiyah mengenai penentuan awal ramadhan dan idul fitri akan semakin runyam dengan perdebatan calon presiden. Banyaknya koalisi partai islam di kubu Prabowo-Hatta membuat pemuda muslim melupakan akhlaq mereka untuk menghina, mencaci dan memfitnah Jokowi-JK dengan mengatakan Jokowi sebagai keturunan PKI, Nashrani dan sebagainya. Kini agama islam bukan menjadi pencerah namun pengeruh suasana di bulan suci ramadhan.