Kini Agama
Berpolitik Praktis
Ditengah
Indahnya menyambut bulan suci Ramadhan, kini masyarakat disibukan dengan
panasnya dunia politik. Sejak pemilu 9 April 2014 yang ketika itu dimenangkan
PDI Perjuangan dalam penyelenggaraan pemilu legislatif. Saat ini di tengah
bulan ramadhan giliran pilihan umum presiden tanggal 9 juli 2014 menjadi
perdebatan dikalangan masyarakat. Tanpa mengingat berkah dan sucinya bulan
ramadhan, masyarakat dari kalangan petani hingga pejabat desa berdebat
memperjuangkan pendapat mereka yang mendukung salah satu calon presiden.
Sayangnya, bukan perdebatan yang sehat melainkan saling mencaci calon lawan
atau yang sering disebut black campain.
Di
era sekarang masyarakat lebih pintar dalam melihat politik yang tak berarah.
Minilik kebaikan dan komitmen akan janji saat kampanye dan lebih kritis dalam
menanggapi kebijakan dan pemikran calon presiden. Namun disisi lain masyarakat
secara tidak sadar digiring menjadi pion yang siap disuruh dan melindungi calon
presiden yang entah menjajikan apa kepada masyarakat tersebut. Banyak dilema
yang terjadi di masyarakat ketika pemerintahan dar tahun ke tahun tidak
menunjukkan perkembangan dalam mewujudkan mimpi Indonesia. Malah kini banyak
kasus korupsi oleh petinggi Negara dan masyarakat hanya dituntut diam
menyaksikan di layar televisi tanpa dapat berbuat.
Bulan
ramadhan kini tak seterang tahun tahun sebelumnya. Politik sudah merubah wajah
ramadhan menjadi gelap dan masyarakat yang harusnya suci kini kembali kotor
dengan dosa dosa politik. Ramadhan yang biasanya takut untuk berbohong,
memfitnah, mencibir, mengadu domba, menyuap saat ini bukan hal yang tabu untuk
dilakukan.
Ormas Agama
Perang
politik bukan hanya terjadi antar partai koalisi namun sudah merambah ormas
ormas agama yang biasanya netral. Bahkan tokoh agama pun menyerukan beberapa
pengikutnya untuk memilih salah satu kandidat. Dan yang lebih aneh satu ormas
Nahdlatul Ulama ikut berpartisipasi namun terpecah ke dalam dua kubu. Tokoh
tokoh pun kini berperang argumen untuk membela pasangan Capres – Cawapres. Ada
beberapa tokoh NU (Said Aqil Siradj, Habib Luthfi bin Yahya, KH. Maimoen
Zubair) memihak Prabowo-Hatta sedangkan Nushron Wahid sebagai pimpinan Pemuda
Anshor yang merupakan organisasi naungan NU memihak Jokowi-JK. Khittah NU yang
tidak ingin berpolitik pun kini sirna karena perpecahan pemilu presiden dan
wakil presiden
Perdebatan
khilafiyah mengenai penentuan awal ramadhan dan idul fitri akan semakin runyam
dengan perdebatan calon presiden. Banyaknya koalisi partai islam di kubu Prabowo-Hatta
membuat pemuda muslim melupakan akhlaq mereka untuk menghina, mencaci dan
memfitnah Jokowi-JK dengan mengatakan Jokowi sebagai keturunan PKI, Nashrani
dan sebagainya. Kini agama islam bukan menjadi pencerah namun pengeruh suasana
di bulan suci ramadhan.