Sudah bukan menjadi rahasia bahasa
Alay kini mewabah di Indonesia khususnya para remaja. Apa sih alay?? Bagi saya
banyak faktor untuk mengatakan bahasa itu alay atau tidak. Alay sendiri diambil
dari kata anak alay (melebih-lebihkan). Jadi segala sesuatu yang
dilebih-lebihkan itu bisa dianggap alay. Melebih-lebihkan dalam konotasi bahasa
Indonesia sering disebut Hiperbola. Lantas apa yang membuat alay terlihat najis
dalam sastra?? Ya, itulah yang akan saya bedah, apakah alay layak membudaya di
Indonesia. Sastra bisa disebut bahasa, teks maupun alat komunikasi yang itu
bersifat verbal maupun non verbal. Sehingga sangat erat kaitanya penggunaan
alay dengan sastra. Sastra dibangun dengan kaidah yang luar biasa oleh pakar
bahasa yang tiap katanya penuh makna. Maka tidak heran ditemukan perbedaan
mencolok penggunaan bahasa di tahun 80-an atau 90-an dengan zaman sekarang.
Dahulu orang cenderung sopan dalam pengucapan bahasa untuk lebih menghormati
orang yang diajak berkomunikasi dan tidak melebih-lebihkan seperti keadaan
sekarang.
Sastra (Sansekerta, shastra)
merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta śāstra, yang berarti "teks
yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās-
yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa
Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada
"kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau
keindahan tertentu. Tetapi kata "sastra" bisa pula merujuk kepada
semua jenis tulisan, apakah ini indah atau tidak.Selain pengertian istilah atau
kata sastra di atas, dapat juga dikemukakan batasan / defenisi dalam berbagai
konteks pernyataan yang berbeda satu sama lain. Kenyataan ini mengisyaratkan
bahwa sastra itu bukan hanya sekedar istilah yang menyebut fenomena yang
sederhana dan gampang.
Sastra merupakan istilah yang mempunyai
arti luas, meliputi sejumlah kegiatan yang berbeda-beda. Kita dapat berbicara
secara umum, misalnya berdasarkan aktivitas manusia yang tanpa mempertimbangkan
budaya suku maupun bangsa. Sastra dipandang sebagai suatu yang dihasilkan dan
dinikmati. Orang-orang tertentu di masyarakat dapat menghasilkan sastra. Sedang
orang lain dalam jumlah yang besar menikmati sastra itu dengan cara mendengar
atau membacanya.
Batasan sastra menurut PLATO, adalah
hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya sastra
harus merupakan peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model
kenyataan. Oleh karena itu, nilai sastra semakin rendah dan jauh dari dunia
ide.
Aristoteles murid Plato memberi
batasan sastra sebagai kegiatan lainnya melalui agama, ilmu pengetahuan dan
filsafat. Menurut kaum formalisme Rusia, sastra adalah sebagai gubahan bahasa
yang bermaterikan kata-kata dan bersumber dari imajinasi atau emosi pengarang.
Rene Welleck dan Austin Warren, memberi defenisi bahasa dalam tiga hal :
- Segala sesuatu yang tertulis
- Segala sesuatu yang tertulis dan yang menjadi buku terkenal, baik dari segi isi maupun bentukkesusastraannya
- Sebagai karya seni yang imajinatif dengan unsur estetisnya dominan dan bermediumkan bahasa.
Sastra merupakan perwujudan pikiran dalam bentuk
tulisan. Tulisan menggambarkan media pemikiran yang tercurah melalui bahasa,
bahasa yang bisa direpresentasikan dalam bentuk tulisan, media lain bisa saja
berbentuk gambar, melody musik, lukisan ataupun karya lingkungan
binaan/arsitektur.
Sastra menjadi bagian dari budaya
masyarakat. Sastra yang memuat materi yang tinggi dipelihara secara
turun-temurun oleh para pujangga, banyak yang secara lisan karena media tulisan
sangat terbatas, hanya daun lontar.
Menurut KBBI arti sastra adalah
- bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari);
- karya tulis, yang jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya.
Dalam bahasa Inggris kita mengenal kata literature,
diserap menjadi literatur ke dalam bahasa Indonesia. Arti literature (menurut
kamus online WorldNet) adalah:
- creative writing of recognized artistic value
- the humanistic study of a body of literature; “he took a course in French literature”
- published writings in a particular style on a particular subject; “the technical literature”; “one aspect of Waterloo has not yet been treated in the literature”
- the profession or art of a writer; “her place in literature is secure”.
Pengaruh
alay sangat kental dikalangan remaja menginjak dewasa. Dimana mereka asyik
menggunakan bahasa teks maupun langsung dengan kata kata alay. Kebanyakan dari
mereka lebih menyukai menggunakan bahasa alay adalah alay itu memperindah
bahasa. Seruis memperindah bahasa?? Kemudian saya juga bertanya bagi kaum dewasa
dan jawaban mereka malah bingung maksud dari kata kata yang diucapkan ataupun
dituliskan. Misal ciyus, miyapah? Ini bisa menjadi bahasa keren, gaul dan
trendy bagi remaja namun sangat hina dikalangan dewasa atau orang tua. Ciyus
=Serius. Kata serius adalah
Adjective: 1 sungguh-sungguh: ia berbicara -- ,
tidak bergurau; ia sebenarnya tidak -- mencintai gadis itu; 2 gawat; genting (krn menghadapi
bahaya, risiko, akibat, dsb yg mungkin terjadi): situasi (penyakit,
kesulitan, kesalahan, dsb) yg --;
me·nye·ri·usi v membuat jadi serius: wartawan ibu kota mencatat bahwa Presiden mulai - reformasi;
ke·se·ri·us·an n kesungguhan: untuk sekali ini aku meminta -mu
me·nye·ri·usi v membuat jadi serius: wartawan ibu kota mencatat bahwa Presiden mulai - reformasi;
ke·se·ri·us·an n kesungguhan: untuk sekali ini aku meminta -mu
Namun kini menjadi kata
candaan yang tak sedikitpun menghargai sastra. Itu adalah sedikit contoh kata
alay dari ribuan kata alay lainnya. Mereka cenderung mempermudah kata/bahasa
dengan kehendaknya sendiri. Ya, jika dapat mengontrol itu masih lumayan, yang
jadi pertentangan jika itu sudah menjadi kebiasaan sehingga mereka SMS kepada
guru, dosen atau orang yang lebih tua menggunakan bahasa alay. Misal “iBuU, aQo
BsUG m’Nta IziN 9’ MsUG ‘Coz AgY aKiiiT”. Bagaimana perasaan ibu/bapak guru
atau dosen jika pertama membaca SMS itu?? Jangankan dibalas, dibaca saja
mungkin jijik.
Pesan yang dapat penulis sampaikan
adalah marilah kita pemuda khususnya kawula remaja mengontrol bahasa. Karena
memang harus diakui di Indonesia sekarang tidak ada atau tidak kuat organisasi
yang mengontrol bahasa itu sendiri. Kita adalah penerus bangsa yang cerdas dan
beradab. Alay memang sudah menjamur namun apa kita tega mencoreng sastra
sendiri demi bahasa yang tak jelas dari mana asalnya itu???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar